KOMPLEKSOMETRI
Titrasi
kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion
kompleks atau garam yang sukar mengion), Kompleksometri merupakan jenis titrasi
dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks.
Reaksi–reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali
dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu
perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini
pertama-tama akan diterapkan pada titrasi.
Contoh reaksi titrasi kompleksometri :
Salah satu
tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan
pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit
terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk
melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul
netral.
Titrasi
kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan
ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam
larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat
kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula
kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang
menyangkut penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat pada ion pusat, disebut ligan, dan
dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan :
M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O
Asam etilen diamin tetra asetat
atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah satu jenis asam amina
polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat
berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus
karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua
atom koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat
(asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen –
penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa
kompleks yang mantap dengan sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan
ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi
protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang
menghasilkan spesies seperti CuHY-. Ternyata bila beberapa ion logam
yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan
jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut .
Selektivitas
kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr, dan Ba dapat
dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri
mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja
kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri.
Indikator demikian disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini
contohnya adalah Eriochrome black T; pyrocatechol violet; xylenol orange;
calmagit; 1-(2-piridil-azonaftol), PAN, zincon, asam salisilat, metafalein dan
calcein blue .
Satu-satunya
ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan kimia adala ion
sianida, CN-, karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks yang
mantap dengan ion perak dan ion nikel. Dengan ion perak, ion sianida membentuk
senyawa kompleks perak-sianida, sedagkan dengan ion nilkel membentuk
nikel-sianida. Kendala yang membatasi pemakaian-pemakaian ion sianoida dalam
titrimetri adalah bahwa ion ini membentuk kompleks secara bertahap dengan ion
logam lantaran ion ini merupakan ligan bergigi satu .
Titrasi
dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda
tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat
digunakan pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna
harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam
telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna
itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga,
kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak,
karena disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam
itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada
titik akhir, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke
kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara
indikator bebas dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah
diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM)
sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen.
Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk
titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrome black T. Pada pH tinggi, 12,
Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga EDTA
dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+ dengan
indikator murexide .
Kesulitan yang timbul
dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan penggunaan bahan
pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik oksigen maupun
nitrogen secara umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks yang stabil
dengan berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air,
dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam
melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak
tertentu air, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan
menggunakan larutan kadmium .
Contoh
beberapa komplekson :
1.
Asam nitrilotriasetat(III)Nama lainnya adalah :NITA
Komplekson
I2
. Asam trans-1,2-diaminosikloheksana-N,N,N’,N’-tetraasetat(IV)
Nama
lainnya adalah:EDTA
DcyTA
DCTaKomplekson IV
3.
Asam 2,2′2etilenadioksibis(etiliminodiasetat) (V)
Nama
lainnya:Asam etilenaglikolbis (2-aminoetil eter) N,N,N’,N-tetraasetat (EGTA)
4.
Asam
trietilenatetramina-N,N,N’,N”,N”’,N”’-heksaasetat (TTHA)Ø
Jenis-jenis
titrasi EDTA, yaitu :
1.
Titrasi langsung
2.
Titrasi balik
3.
Titrasi penggantian atautitrasi substitusi
4.
Titrasi alkalimetr
5.
Macam-macam metodeKurva pada titrasi EDTA dibuat
dengan memplot pM (logaritma negatif darikonsentrasi ion logam bebas : pM
= -log[Mn+]) pada sumbu y dan volume larutanEDTA yang ditambahkan pada sumbu
x.Ø
Faktor-faktor
yang akan membantu menaikkan selektivitas, yaitu :
1.
Dengan mengendalikan pH larutan dengan sesuai
2.
Dengan menggunakan zat-zat penopeng
3.
Kompleks-kompleks sianida
4.
Pemisahan secara klasik
5.
Ekstraksi pelaru
t6.
Indikator
7.
Anion-anion
8.
‘Penopengan Kinetik’Ø
Macam-macam
indikator logam, yaitu diantaranya :
1. Mureksida (C.I.
56085)
2. Hitam Solokrom
(Hitam Eriokrom T)
3. Indikator
Patton dan Reeder
4. Biru Tua
Solokrom atau Kalkon
5. Kalmagit
6. Kalsikrom
(calcichrome)
7. Hitam Sulfon F
Permanen (C.I. 26990)
8. Violet Katekol
(Catechol Violet) atau Violet Pirokatekol (PyrocatecholViolet)
9. Merah
Bromopirogalol (Bromopyrogalol Red)
10. Jingga Xilenol (Xylenol Orange)
Berat ekuivalen dalam reaksi pengendapan dan
pembentukan kompleks
Berat ekuivalen dalam reaksi pengendapan dan
pembentukan kompleks adalah sama dengan
Mr nya untuk kation bermuatan satu, setengah dari
Mr nya untuk kation bermuatan dua, dan
sepertiga dari Mr untuk kation bermuatan tiga.
Contoh: berapakah BE untuk AlCl3 dan BiOCl, jika
keduanya bereaksi dengan AgNO3
menghasilkan endapan AgCl.
Jawab: dalam hal ini BE didasarkan pada banyaknya
mol ion Ag+
yang terlibat pada reaksi.
Karena 1 mol Ag+
bereaksi dengan 1 mol Cl-
yang
dihasilkan dari 1/3 mol AlCl3, maka BE AlCl3 = 1/3 Mr nya.
Untuk BiOCl, 1 mol Cl dihasilkan dari 1 mol BiOCl,
maka BE BiOCl = Mr nya.
Normalitas
Suatu larutan 0,2 N HCl berarti di dalam 1 L
larutan tersebut terkandung 0,2 ekuivalen HCl
Soal: berapakah normalitas 0,1 M H2SO4?
Jawab : di dalam 1 L larutan tersebut terkandung
0,1 mol H2SO4.
BE H2SO4 = ½ Mr H2SO4 = 98/2 = 49 gram / ekuivalen
0,1 mol H2SO4 = 9,8 gram
? ekuivalen H2SO4 = 0,1 mol H2SO4 x
98 g H2SO4x 1 ekuivalen H2SO4
mol H2SO4 49 g H2SO4= 0,2 ekuivalen H2SO4
Jadi normalitas 0,1 M H2SO4 = 0,2 N
Dapat juga dihitung dari 1 mol H2SO4 = 2 ekuivalen
H2SO4
0,1 M H2SO4 = 0,1 mol H2SO4 / L larutan ?
N H2SO4 =
0,1 mol H2SO4 x 2 ekuivalen H2SO4
L larutan 1 mol H2SO4 ?
N H2SO4
= 0,2 ek H2SO4 / L larutan = 0,2
N
Persamaan aljabar penting ekuivalen zat A =gram zat
A
BE zat A
ekuivalen zat A = Volume larutan x Normalitas
Dalam suatu reaksi titrasi, berlaku persamaan:
Untuk sebarang reaksi: A + B
produk
ekuivalen zat A = ekuivalen zat B
NAVA = NBVB
Perhitungan Normalitas Larutan Standar
Soal: Terangkan cara pembuatan larutan 0,1 N Na2CO3
sebanyak 5 L dari padatannya,
diasumsikan
larutan tadi digunakan untuk titrasi dengan reaksi:
CO32- + 2H+
2 H2O + CO2
Jawab:
ekuivalen Na2CO3 = VNa2CO3 NNa2CO3 CO32- + 2H+ 2 H2O + CO2
= 5 L x 0,1 ekuivalen/L Dari reaksi di atas, 1 mol
CO32-
= 2 ek CO32-
= 0,5 ek Mr Na2CO3= 105,99
Berat Na2CO3 = ek Na2CO3 x BE Na2CO3 BE Na2CO3 = ½ Mr Na2CO3 = 53
= 0,5 ek x 53 g/ek
= 26,5 g
Maka untuk menyiapkan larutan tersebut, timbang dengan tepat 26,5 g
Na2CO3 kemudian
larutkan dengan akuades hingga volume 5 L
Tidak ada komentar:
Posting Komentar