Trematoda
Trematoda adalah cacing yang
secara morfologi berbentuk pipih seperti daun. Pada umumnya cacing ini bersifat
hermaprodit, kecuali genus Schistosoma.
Pada dasarnya daur hidup trematoda ini melampui beberapa beberapa fase
kehidupan dimana dalam fase tersebut memerlukan hospes intermedier untuk
perkembangannya. Fase daur hidup tersebut adalah sebagai berikut:
Telur---meracidium---sporocyst---redia---cercaria—metacercaria---cacing
dewasa.
Dimana fase daur hidup
tersebut sedikit berbeda untuk setiap spesies cacing trematoda.
sporocyst cercaria dewasa(1)
Telur meracidium sporocyst redia cercaria metacercaria dewasa
(2)
redia cercaria dewasa(3)
redia cercaria metacercaria
dewasa(4)
(1)
Schistosoma
(2)
Paragonimus
(3)
Clonorchis
(4)
Echinostoma
Menurut lokasi berparasitnya cacing
trematoda dikelompokkan sbagai berikut:
1)
Trematoda
pembuluh darah: Schistosoma haematobium,
S. mansoni, S. japonicum
2) Trematoda paru: Paragonimus westermani
3) Trematoda usus: Fasciolopsis buski, Echinostoma
revolutum, E. ilocanum
4) Trematoda hati: Clonorchis sinensis, Fasciola hepatica, F. gigantica.
Schistosomiasis
(Schistosoma
haematobium, S. mansoni, S. japonicum)
Tiga spesies schistosoma tersebut
berparasit pada orang, dimana ketiganya struktur bentuknya sama, tetapi
beberaopa hal seperti morfologinya sedikit berbeda dan juga lokasi
berparasitnya pada tubuh hospes definitif. S.
hematobium dan S. mansoni, banyak
dilaporkan menginfeksi orang di Mesir, Eropa dan Timur Tengah, sedangkan S. japonicum, banyak menginfeksi orang
di daerah Jepang, China, Taiwan, Filippina, Sulawesi, Laos, Kamboja dan
Thailand. Cacing betina panjang 20-26 mm, lebar 0,25-0,3 mm; cacing jantan
panjang 10-20 mm; lebar 0,8-1 mm.
Daur hidup
Cacing dewasa hidup dalam venula yang mengalir ke organ tertentu
dalam perut hospes definitif (orang), yaitu:
S. hematobium, hidup dalam
venula yang mengalir ke kantong kencing (vesica urinaria),
S. mansoni, hidup dalam
venula porta hepatis yang mengalir ke usus besar (dalam hati),
S. japonicum, hidup dalam
venula yang mengalir ke usus halus.
Cacing betina menempel pada bagian gynecophore dari cacing jantan dimana
mereka berkopulasi. Cacing betina meninggalkan tempat tersebut untuk mengeluarkan
telur di venula yang lebih kecil. Telur keluar dari venula menuju lumen usus
atau kantong kencing. Telur keluar dari tubuh hospes melalui feses atau urine
dan membentuk embrio. Telur menetas dan kelur “meracidiun” yang bersilia dan berenang dalam air serta bersifat
fototrofik. Meracidia menemukan
hospes intermedier yaitu pada babarapa spesies siput yaitu:
-S.
hematobium: Hospes intermediernya spesies siput: Bulinus sp, Physopsis sp. atau Planorbis sp.
-S.
mansoni: Hospes intermediernya bergantung pada
lokasi mereka hidup yaitu: Biomphalaria
alexandria: Di Afrika Utara, Arab Saudi dan Yaman B. Sudanensis, B. rupelli, B. pfeifferi: di bagian Afrika lainnya; B. glabrata: Eropa Barat; Tropicorbio
centrimetralis: Di Barzil.
-S. japonicum:
hospes intermediernya pada siput Oncomelania.
Setelah masuk kedalam siput meracidium melepaskan kulitnya dan
membentuk Sporocyst, biasanya didekat
pintu masuk dalam siput tersebut. Setelah dua minggu Sporocyst mempunyai 4 Protonepridia yang akan mengeluarkan
anak sporocyst dan anak tersbut bergerak ke organ lain dari
siput. Sporocyst memproduksi anak
lagi dan begitu seterusnya sampai 6-7 minggu.
Cercaria
keluar dari anak sporocyst kemudian keluar dari tubuh siput dlam waktu 4
minggu sejak masuknya meracidium dalam tubuh siput. Cercaria berenang ke permukaan air dan dengan perlahan tenggelam
kedasar air. Bila cercaria kontak dengan kulit hospes definitif (orang),
kemudian mencari lokasi penetrasi dari tubuh orang tersebut, kemudian menembus
(penetrasi) kedalam epidermis dan menanggalkan ekornya sehingga bentuknya
menjadi lebih kecil disebut “Schistosomula”
yang masuk kedalam peredaran darah dan terbawa ke jantung kanan. Sebagian
lain schistosomula bermigrasi mengikuti sistem peredaran cairan limfe ke duktus
thoracalis dan terbawa ke jantung. Schistosomula ini biasanya berada dalam
jantung sebelah kanan.
Cacing muda tersebut kemudian
meninggalkan jantung kanan melalui kapiler pulmonaris dan kemudian menuju
jantung sebelah kiri, kemudian mengikuti sistem sirkulasi darah sistemik. Hanya
schistosomula yang masuk arteri mesenterika dan sistem hepatoportal yang dapat
berkembang. Setelah sekitar tiga minggu dalam sinusoid hati, cacing muda
bermigrasi ke dinding usus atau ke kantong kencing (brgantung spesiesnya),
kemudian berkopulasi dan memulai memproduksi telur. Seluruhnya prepatent
periodnya 5-8 minggu.
Patologi
Efek patologi dari cacing ini sangat bergantung pada spesiesnya.
Progresifitas dari penyakit dari ke 3 cacing ini ada tiga fase yaitu:
-
fase awal, selama 3-4 minggu
setelah infeksi yang menunjukkan gejala demam, toksik dan alergi.
-
Fase intermediate sekitar 2,5
bulan sampai beberapa tahun setelah infeksi, yaitu adanya perubahan patologi
pada saluran pencernaan dan saluran kencing dan waktu telur cacing keluar
tubuh.
-
Fase terakhir, adanya
komplikasi gastro-intestinal, renal dan sistem lain, sering tak ada telur
cacing yang keluar tubuh. Proses permulaan dari fase dari ke 3 spesies cacing
ini adalah sama yaitu: Demam yang berfluktuasi, kulit kering, sakit perut,
bronchitis, pembesaran hati dan limpa serta gejala diaree.
Kerusakan yang
nyata disebabkan oleh telur cacing, dimana S.
mansoni , usus besar lebih terpengaruh. Telur terdapat dalam venula dan
submukosa yang bertindak sebagai benda asing, sehingga menyebabkan reaksi
radang dengan laukosit dan infiltrasi fibroblast. Hal tersebut menimbulkan
nodule disebut pseudotuberkel,
karena nodule yang disebabkan reaksi jaringan. Abses kecil akan terbentuk
sehingga menyebabkan nekrosis dan ulserasi. Sering ditemuai adanya sel
eosinofil dalam jumlah besar dalam darah dan diikuti penurunan jumlah sel
radang. Banyak telur terbawa kembali kedalam jaringan hati dan menumpuk dalam
kapiler hati sehingga menimbulkan reaksi sel dan terbentuk nodule pseudotuberkel.
Hal tersebut menimbulkan reaksi pembentukan sel fibrotik (jaringan ikat)
didalam hati dan menyebabkan sirosis hepatis dan mengakibatkan portal
hipertensi. Pembengkakan limpa terjadi karena kongesti kronik dalam hati. Krena
terjadinya kongesti pembuluh darah viscera mengakibatkan terjadinya ascites. Sejumlah telur cacing dapat
terbawa kedalam paru-paru, sistem saraf dan organ lain sehingga menyebabkan
terbentuknya pseudotuberkel di setiap lokasi tersabut.
S.
japonicum menyebabkan perubahan patologi terutama di dalam intestinum dan
hati, mirip dengan yang disebabkan oleh S.
mansoni, tetapi lebih parah bagian yang menderita ialah usus kecil. Nodule
yang dikelilingi jaringan fibrosa yang berisi telur cacing ditemukan pada
jaringan serosa dan permukaan peritonium. Telur cacing S. japonicum terlihat lebih sering mencapai jaringan otak
daripada dua spesies lainnya, sehingga menyebabkan gangguan saraf yaitu: koma
dan paralysis (99% kasus). Schistosomiasis disebabkan oleh S. japonicum, terlihat lebih parah prognosanya dapat infausta pada
infeksi yang berat dan tidak lekas diobati.
Infeksi oleh S. hematobium terlihat paling ringan dibanding dua spesies lainnya.
Selama cacing dewasa tinggal didalam venula kantong kencing, gejala yang
terlihat adalah adanya gangguan pada sistem urinaria saja yaitu: cystitis,
hematuria dan rasa sakit pada waktu kencing. Terjadinya hematuria biasanya
secara gradual dan menjadi parah bila penyakit berkembang dengan adanya
ulserasi pada dinding kantong kencing. Rasa sakit terjadi akhir urinasi.
Perubahan patologi dinding kantong kencing disebabkan oleh reaksi tubuh
terhadap telur sehingga membentuk pseudotuberkel, infiltrasi sel fibrotik,
penebalan lapisan muskularis dan ulserasi.
Diagnosis
Seperti pada cacing lainnya, diagnosis dilakukan dengan melihat
telur cacing dalam ekskreta. Tetapi jumlah telur yang diproduksi caing betina
schistosoma sangat sedikit sekali dibanding dengan parasit cacing lainnya yang
menginfeksi orang. Hanya sekitar 47% pasien dapat didiagnosis dengan cara smear
langsung itupun setelah dilakukan tiga kali smear. Biopsi dapat dilakukan yaitu
dengan biopsi rektal, liver dan katong kencing akan mendapatkan hasil yang
baik, tetapi hal tersebut berlu keahlian khusus bagi yang melakukannya.
Penelitian telah dilakukan dengan metoda imuno-diagnostik, yaitu dengan tes
intradermal.
Tes intradermal akan terlihat
positif setelah 4-8 minggu setelah infeksi, walaupun pasien mungkin telah
sembuh. Hasilnya 97% akuarat dan lebih efisien. Tes juga dapat dilakukan dengan
CFT(Complemen fiksasion tes), tetapi hal ini dapat terjadi kros reaksi dengan
penyakit shyfilis dan Paragonimus sp,
tetapi bila tidak hasilnya dapat 100%.
Pengobatan
Sulit dilakukan, dan penyakit schistosomiasis ini merupakan penyakit
yang cukup bermasalah bagi WHO, karena distribusinya yang sangat luas. Obat
yang telah dicoba dan cukup efektif adalah “trivalen organik antimonial” tetapi
obat ini sedikit bersifat toksik terhadap orang, sehingga pemebriannya harus
hati-hati. Obat lain yang toksik seperti:
-Lucanthone
hydroksoid dan miridazole, tetapi obat ini kurang efektif. Obat tersebut hanya
menghambat cacing untuk memproduksi telur dan cacing kembali ke hati untuk
sementar, suatu saat cacing dapat balik lagi kevenula porta dan memproduksi
telur lagi. Beberapa obat yang masih
dalam proses penelitian ialah: hycanthone, metriphonat, oxamniquine,
praziquantel, menunjukkan hasil yang cukup menjanjikan untuk lebih efektif.
Pada fase dimana hati sudah
mengalami kerusakan, semua obat menjadi berefek kontra-indikatif, mungkin
operasi adalah jalan yang terbaik. Pada kasus yang sudah sangat terlambat
prognosanya jelek, pengobatan hanya dilakukan sebagai suportif saja.
Kontrol schistosomiasis sangat sulit
dilakukan, bergantung pada sosialisasi mengenai sanitasi dan pendidikan
masyarakat setempat untuk merubah kebiasaan dan tradisi mereka.
Pemberantasan hospes intermedier
dengan moluskisida cukup baik, tetapi untuk hospes intermedier cacing S. japonicus agak sulit karena siput Onchomelania bersifat amfibia dan mereka
hanya masuk kedalam air bila akan bertelur saja.
Fasciolopsis buski
Parasit cacing sering dilaporkan
menginfeksi orang dan babi. Diperkirakan sekitar 10 juta orang terinfeksi oleh
parasit cacing ini. Cacing dewasa panjangnya 20-75 mm dan lebar lebar 20 mm.
Daur hidup
cacing dewasa hidup dalam usus halus memproduksi telur sampai 25000
butir/ekor/hari yang keluar melalui feses. Telur menetas pada sushu optimum
(27-32oC) selama sekitar 7 minggu. Meracidium keluar dan masuk kedalam hospes
intermedier siput yang termasuk dalam genus segmentia dan hippeutis
(planorbidae) untuk membentuk sporocyst. Sporocyst berada dalam jantung dan
hati siput, kemudian mengeluarkan redia induk, kemudian redia induk memproduksi
redia anak. Redia berubah menadi cercaria keluar dari tubuh siput dan berenang
dalam air, kemudian menempel pada tanaman/sayuran/rumput dimana cercaria
berubah menjadi metacercaria. Bila tanaman tersebut dimakan/termakan
manusia/babi maka cercaria menginfeksi hospes definitif.
Patologi
Perubahan patologi yang disebabkan oleh cacing ini ada tiga bentuk
yaitu toksik, obstruksi dan traumatik. Terjadinya radang di daerah gigitan,
menyebabkan hipersekresi dari lapisan mukosa usus sehingga menyebabkan hambatan
makanan yang lewat. Sebagai akibatnya adalah ulserasi, haemoragik dan absces
pada dinding usus. Terjadi gejala diaree kronis. Toksemia terjadi sebagai
akibat dari absorpsi sekresi metabolit dari cacing, hal ini dapat mengakibatkan
kematian.
Diagnosis
Berdasarkan gejala klinis dan ditemukan telur cacing dalam feses.
Pengobatan
Diklorofen, niklosamide dan praziquantel, cukup efektif untuk
pengobatan cacing ini.
Echinostoma revolutum, E. ilocanum, E. malayanum
Telur cacing E. ilocanum pertama ditemukan dalam feses dari seorang hukuman di
Manila tahun 1907. Kemudian cacing ini banyak ditemukan menginfeksi orang di
daerah India Barat dan China. Morfologi dan biologinya sangat mirip dengan
cacing E. revolutum.
E.
revolutum merupakan parasit cacing trematoda yang
sering dilaporkan menginfeksi orang di Taiwan dan Indonesia.
E. malayanum ditemukan menginfeksi
orang di India, Asia Tenggara dan India Barat.
Daur hidup
Cacing trematoda yang termasuk famili Echinostomatidae ini terciri
dengan adanya duri leher yang melingkar dalam sebaris atau dua baris yang
melingkari batl isap kepala. Cacing dewasa hidup dalam usus halus, telur keluar
melalui feses dan kemudian menetas dalam waktu 3 minggu dan kemudian keluar
meracidium yang berenang dalam air mencari hospes intermedier ke 1 berupa siput
genus Physa, Lymnea, Heliosoma, Paludina dan segmentia. Dalam hospes
intermedier tersebut meracidium membentuk sporocyst dan kemudian terbentuk
redia induk, redia anak yang kemudian membentuk cercaria. Cercaria keluar dari
siput berenang mencari hospes intermedier ke 2 yaitu jenis moluska (siput
besar), planaria, ikan atau katak. Bila hospes intermedier dimakan orang maka
orang akan terinfeksi.
Patologi
Infeksi cacing ini tidak memperlihatkan gejala yang nyata.
Paragonimus westermani
Pertama ditemukan berparasit pada
harimau Bengali di kebon binatang di Eropa tahun 1878. Pada ddua tahun kemudian
infeksi cacing ini pada manusia dilaporkan di Formosa. Ditemukan cacing pada
organ paru-paru, otak dan viscera pada orang di Jepang, Korea dan Filipina.
Sekarang parasit ini telah menyebar ke India Barat, New Guenia,, Salomon,
Samoa, Afrika Barat, Peru, Colombia dan Venezuela. Paragonimiasis termasuk
dalam penyakit zoonosis. Cacing dewasa panjangnya 7,5-12 mm dan lebar 4-6 mm
berwarna merah kecoklatan.
Daur hidup
Cacing dewasa biasanya hidup di paru yang diselaputi oleh jaringan
ikat dan biasanya berpasangan. Cacing tersebut juga dapat ditemukan pada organ
lainnya. Fertilisasi silang dari dua cacing biasanya terjadi (hermaprodit).
Telurnya sering terjebak dalam jaringan sehingga tidak dapat meninggalkan paru,
tetapi bila dapat keluar kesaluran udara paru akan bergerak ke silia epitelium.
Sampai di pharynx, kemudian tertelan dan mengikuti saluran pencernaan dan
keluar melalui feses. Larva dalam telur memerlukan waktu sekitar 16 hari sampai
beberapa minggu sebelum berkembang menjadi miracidium.
Telur kemudian menertas dan miracidium harus menemukan hospes intermedier ke 1,
siput Thieridae supaya tetap hidup.
Didalam tubuh siput miracidium cepat membentuk sporocyst yang kemudian
memproduksi rediae yang kemudian
berkembang menjadi cercariae, dimana
ceracaria ini berbentuk micrococcus.
Setelah keluar dari siput cercariae
menjadi aktif dan dapat merambat batuan dan masuk kedalam kepiting (crab) dan Crayfish, dan membentuk cysta dalam
viscera atau muskulus hewan tersebut (hospes intermedier ke 2). Hospes
intermedier ke 2 ini di Taiwan adalah kepiting yang termasuk spesies Eriocheir japonicus. Dapat juga terjadi
infeksi bila krustasea ini langsung memakan siput yang terinfeksi. Cercaria
kemudian membentuk metacercaria yang
menempel terutama pada filamen insang dari krustasea tersebut. Bilamana hospes
definitif memakan kepiting (terutama bila dimakan mentah/tidak matang), maka
metacercaria tertelan dan menempel pada dinding abdomen. Beberapa hari kemudian
masuk kedalam kolon dan penetrasi ke diafragma dan menuju pleura yang kemudian
masuk ke broncheol paru. Cacing kemudian menjadi dewasa dalam waktu 8-12
minggu. Larva migran mungkin dapat berlokasi dalam otak, mesenterium, pleura
atau kulit.
Patologi
Pada fase awal invasi tidak memperlihatkan gejala patologik. Pada
jaringan paru atau jaringan ektopik lainnya, cacing akan merangsang
terbentuknya jaringan ikat dan membentuk kapsul yang berwarna kecoklatan.
Kapsul tersebut sering membentuk ulser dan secara perlahan dapat sembuh. Telur
cacing di dalam jaringan akan merupakan pusat terbentuknya pseudotuberkel. Cacing dalam saraf tulang belakang (spinal cord)
akan dapat menyebabkan paralysis baik total maupun sebagian. Kasus fatal
terjadi bila Paragonimus berada dalam
jantung. Kasus serebral dapat menunjukkan gejala seperti Cytisercosis. Kasus pulmonaris dapat menyebabkan gejala gangguan
pernafasan yaitu sesak bila bernafas, batuk kronis, dahak/sputum becampur darah
yang berwarna coklat (ada telur cacing). Kasus yang fatal sering tetrjadi.
Diagnosis
Diagnosis pasti hanya dapat ditentukan dengan operasi sehingga
menemukan cacing dewasa, juga dapat ditentukan dengan menemukan telur cacing
dalam sputum, menyedot cairan pleura, dari feses atau bahan apapun yang menyebabkan
ulser dari Paragonimus. Diagnosis
dapat dikelirukan dengan tuberkulosis, pneumonia, spirochaeta dan sebagainya.
Gangguan serebral perlu dibedakan dengan tumor, cystisercosis, hydatidosis,
enchepalitis dan sebagainya. Diagnosis juga dapat dilakukan dengan tes
intradermal yang diikuti dengan CFT.
Pengobatan
Pengobatan masih dalam proses penelitian. Pencegahan dilakukan
dengan memasak kepiting yang akan dimakan sampai benar-benar matang.
Clonorchis sinensis
(Chinese liver fluke)
Cacing ini pertama ditemukan di
Kalkuta India pada seorang tukang kayu suku cina pada tahun 1875. Infeksi lain
ditemukan di Hong-Kong dan Jepang. Dewasa ini diketahui bahwa “chinese liver
fluke” tersebar secara luas di Jepang, Korea, Cina, Taiwan dan Vietnam. Diperkirakan
sekitar 19 juta orang terinfeksi cacing di Asia Timur tahun 1947, yang mungkin
akan menjadi lebih banyak lagi dewasa ini. Cacing berukuran panjang 8-25 mm dan
lebar 1,5-5 mm.
Daur hidup
Cacing dewasa hidup di saluran empedu hati dan memproduksi telur sampai
4000 butir/hari sampai 6 bulan. Telur yang telah masak berwarna kuning coklat dan akan menetas bila dimakan
oleh siput Parafossarulus manchouricus
yang merupakan hospes intermedier ke 1. Telur menetas keluar meracidium yang
akan berubah menjadi sporocyst yang menempel pada dinding intestinum atau organ
lain siput dalam waktu 4 jam setelah infeksi. Sporocyst memproduksi redia dalam
wakti 17 hari, dan setiap redia memproduksi 5-50 cercaria. Cercaria mempunyai 2
titik mata dan ekork, kemudian keluar dari siput berenang dalam air menuju
permukaan dan kemudian tenggelam kedasar air. Bila menemukan ikan sebagai
hospes intermedier ke 2, cercaria akan menempel pada epithelium kulit ikan
tersebut. Kemudian menanggalkan ekornya dan menempus kulit ikan dan membentuk
cyste dibawah sisik ikan tersebut menjadi metacercaria. Banyak spesies ikan
yang menjadi hospes intermedier ke 2 dari C.
sinensis ini terutama yang termasuk dalam famili Cyprinidae. Metacercaria
juga dapat menginfeksi jenis krustacea (udang) seperti: Carindina, Macrobrachium dan
Palaemonetes. Hospes definitif (orang) akan terinfeksi oleh cacing ini bila
makan ikan/udang secara mentah-mentah/dimasak kurang matang.
Hewan yang dapat terinfeksi C. sinensis ini adalah babi, anjing,
kucing, tikus dan unta. Hewan laboratorium seperti kelinci dan marmot sangat
peka terhadap infeksi cacing ini.
Metacercaria menjadi cacing muda
pada dinding duodenum dan bermigrasi ke hati melalui saluran empedu. Cacing
muda ditemukan didalam hati dalam waktu 10-40 jam setelah infeksi (pada hewan
percobaan). Cacing tumbuh menjadi dewasa dan memproduksi telur dalam waktu
sekitar 1 bulan, sedangkan daur hidup secara komplit dalam waktu 3 bulan.
Cacing dewasa dapat hidup selama 8 tahun pada tubuh orang.
Patologi
Perubahan patologi terutama terjadi pada sel epitel saluran empedu.
Pengaruhnya terutama bergantung pada jumlah cacing dan lamanya menginfeksi,
untungnya jumlah cacing yang menginfeksi biasanya sedikit. Pada daerah endemik
jumlah cacing yang pernah ditemukan sekitar 20-200 ekor cacing. Infeksi kronis
pada saluran empedu menyebabkan terjadinya penebalan epithel empedu sehingga
dapat menyumbat saluran empedu. Pembentukan kantong-kantong pada saluran empedu
dalam hati dan jaringan parenchym hati dapat merusak sel sekitarnya. Adanya
infiltrasi telur cacing yang kemudian dikelilingi jaringan ikat menyebabkan
penurunan fungsi hati.
Gejala asites sering ditemukan pada
kasus yang berat, tetapi apakah ada hubungannya antara infeksi C. sinensis dengan asites ini masih
belum dapat dipastikan. Gejala joundice (penyakit kuning) dapat terjadi, tetapi
persentasinya masih rendah, hal ini mungkin disebabkan oleh obstruksi saluran
empedu oleh telur cacing. Kejadian kanker hati sering dilaporkan di Jepang, hal
ini perlu penelitioan lebih jauh apakah ada hubungannya dengan penyakit
Clonorchiasis.
Diagnosis dan pengobatan
Diagnosis dilakukan berdsarkan atas adanya telur cacing dalam feses.
Adanya gejala gangguan fungsi hati dapat dicurigai sebagai clonorchiasis bila
terjadi di daerah endemik, tetapi perlu dibedakan dengan gejala penyakit
cancer, hydatidosis, beri-beri, abses amuba dan penyakit hati lainnya.
Pengobatan masih belum ditemukan obat yang efektif terhadap penyakit cacing
ini.
Fasciola hepatica, F. gigantica
Cacing ini banyak menyerang hewan
ruminansia yang biasanya memakan rumput yang tercemar netacercaria, tetapi
dapat juga menyerang manusia. Cacing ini termasuk cacing daun yang besar dengan
ukuran 30 mm panjang dan 13 mm lebar.
Daur hidup
Cacing dewasa hidup dalam saluran empedu hospes definitif (terutama
ruminansia kadang juga orang). Cacing bertelur dan keluar melalui saluran
empedu dan keluar melalui feses. Telur berkembang membentuk meracidium dalam
waktu 9-10 hari pada suhu optimum. Meracidium mencari hospes intermedier siput Lymnea rubiginosa dan berkembang menjadi
cercaria. Cercaria keluar dari siput dan menempel pada tanaman
air/rumput/sayuran. Cercaria melepaskan ekornya memmbetuk metacercaria. Bila
rumput/tanaman yang mengandung metacercaria dimakan oleh ternak/orang, maka
cacing akan menginfeksi hospes definitif dan berkembang menjadi cacing dewasa.
Patologi
Cacing dalam saluran empedu menyebabkan peradangan sehingga
merangsang terbentuknya jaringan fibrosa pada dinding saluran empedu. Penebalan
saluran empedu menyebabkan cairan empedu mengalir tidak lancar. Disamping itu
pengaruh cacing dalam hati menyebabkan kerusakan parenchym hati dan
mengakibatkan sirosis hepatis. Hambatan cairan empedu keluar dari saluran
empedu menyebabkan ichterus. Bila penyakit bertambah parah akan menyebabkan
tidak berfungsinya hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar